Membaca Tanda Sakaratul Maut

Masuk ke bulan Dzulhijjah tahun ini, rasanya deg-degan. Selain idul adha dan ibadah haji, terngiang peristiwa 7 tahun lalu kala ayahanda wafat. Kini, ibunda tengah berjuang melawan sakit.

Qadarullah, kebetulan demi kebetulan, rencana yang pending, perjalanan dadakan, membawa pertemuan dan perpisahan. Manusia punya rencana, Tuhan juga punya.

Kanker

Kalau boleh mengibaratkan, sakit kanker itu seperti pertarungan bharatayuda. Antara kanker vs obat, untuk memenangkan jiwa dan raga. Mana yang kuat, siapa yang lemah. Saat tubuh melemah, sel kanker akan menyerang. Suka-suka dia ke mana, bermetastase ke tempat yang tak dinyana. Dia jahat.
Tiga tahun ini ibu menjalani treatment kanker. Berjuang di rumah sakit, antri lab, dokter, dan perjalanan bersama ambulance LazisMu.

Namun, ini juga kesempatan kami, pendamping, untuk mempelajari kehidupan dan kematian. Mengupayakan medis-non medis kmenuju kesembuhan, meski tak tahu arah pasti yang tepat.

Ternyata  ketenangan psikologis punya peran untuk mengembalikan keseimbangan. Ternyata semakin saleh seseorang, ujian hidupnya makin besar. Secara teori tahu, tapi secara  praktik belum tentu.

Sakaratul Maut
Tubuh memberikan pertanda, seperti apa sakaratul maut sesungguhnya, di sebulan sebelumnya. Jangan percaya simplifikasi adegan di film, apalagi sinetron.

Ini yang kami perhatikan manakala proses itu terbentang di hadapan. Saat manusia berteriak karena melihat yang tak kasat mata. Saat ia terjaga dan tak mau ditinggal sendirian, pagi hingga malam.

Maka tampaklah kebiasaan hidup dalam bedrest. Mengucap kata yang biasa terucap. Melakukan tindakan yang jadi kebiasaan.  Tayamum, sholat sunat dan sholat wajib, bahkan saat tubuh hanya mampu tiduran.

Tubuh mulai menolak makan, menolak minum obat, dan pandangan mata berubah sayu. Tangan dan kaki mulai dingin, nafas berat dan saturasi oksigen menurun. Yang paling kentara : telinga, tangan, dan kaki mingkup. Saat itulah sakaratul maut datang. Jangan tinggalkan beliau sendirian, bimbing untuk melafalkan Allah, Laa ilaha illallah…

Adakah yang ditunggu?
“Apakah masih ada yang ditunggu?” Umi yang membacakan doa dan ayat rukyah bertanya.
“Ya..” Ada kakak yang dalam perjalanan.

Lalu, para pendamping pun membacakan surat Al Kahfi. Ingat, Al Kahfi, bukan Yasin.

Kembali Umi memeriksa kondisi pasien, dan bertanya pada keluarga, “Apakah masih ada lagi yang ditunggu? Apakah ada masalah?” desak Umi.

“Tidak,” kami berucap.

Membaca tanda kematian, Umi melanjutkan  komunikasi dengan ibu, “Mboten sah ditenggo, nggeh, bu..”

“Eee..”. Ibu pun merespon lemah.

Ternyata, selepas persuasi dan lantunan surat di juz 15 tersebut, melesatlah ruh dari jasad.

Innalillahi wa inna ilaihi rojiun. Allahummaghfirlaha warhamha waafihi wa’fuanha. Semoga rasa sakit selama ini menjadi penggugur dosa.

3 Dzulhijjah 1443 H, ibunda wafat  jam 10.50 WIB. Disucikan bakda dhuhur, dikebumikan bakda ashar, berdampingan dengan bapak. Bapak wafat 5 Dzulhijjah 1436 H. Mereka kompak di bulan haji, bulan suci.

Kini ibu dan bapak sudah berbincang di sana. Mungkin menanyakan kabar anaknya, adiknya, temannya, dan sudah sejauh apa pembangunan masjidnya.

Ada projek pembangunan Masjid Ar Rahman Seturan Yogyakarta. ‘Jika berkenan mohon karangan bunga dapat dialihkan untuk pembangunan masjid yang sedang dirintis.‘   Membangun masjid ini bukan untuk kami, namun untuk umat. Bagi yang ingin wakaf atas nama orang tua untuk pembangunan masjid, kami sangat terbuka. InsyaAllah amal jariyahnya turut mengalir pada semua.

Demikianlah. Pemersatu keluarga kami telah berpulang ke rahmatullah. Mohon kerelaan hati untuk memaafkan salah dan khilaf Ibu Azizah binti Muhadi. Semoga Allah swt memberikan tempat terbaik untuk beliau. Amiin.

Bagi saudara sekalian yang berkenan menyalurkan wakaf, sedekah, infak, amal jariyah, bisa disalurkan ke Ar Rahman Seturan Yogyakarta, Bank Syariah Indonesia KCP Yogya Ambarukmo no rekening 7134621235 a.n Yayasan Azizah Umar Said.

Semua dana yang masuk digunakan untuk pembangunan masjid. Langsung, untuk beli besi, ngecor semen, mbayar tukang, dst.. InsyaAllah kami menjaga amanah umat. Masjidnya bisa ditengok di Jl Seturan Raya, Depok Sleman.🙏

Masjid Ar Rahman Seturanhttps://youtu.be/z3GSPm_sMPA

Selamat Datang Laptop 4.0 : ASUS Expertbook B3 Flip 3402

Saya keluarkan laptop dari ransel dan menaruhnya di meja guru. Apa yang terjadi ?

Murid-murid maju ke depan kelas dan bengong melihat laptop. Sebetulnya, barang ini biasa saja, namun mengingat kami berada di daerah yang listrik menyala malam bertenaga genset, maka keberadaan laptop di ruang kelas jadi barang ajaib.

“Laptop Bu Guru bagus !” ujar anak-anak sambil menunjuk layar dengan mata tak berkedip. Tak sengaja menyentuhnya, tampilan layar berubah. “Wah, laptopnya layar sentuh !” mereka makin terkesima. Tak ada niat untuk unjuk laptop, karena saya perlu membuka kurikulum dan RPP/Rencana Pembelajaran untuk hari ini. Maka agar kerumunan bubar, akhirnya laptop saya tutup. Mari, pelajaran dimulai !

Di lain kesempatan, laptop mungil ini jadi media belajar. Karena tidak ada listrik, jadi hanya mengandalkan 1 laptop dan speaker seadanya yang diakses bergantian. Namun ternyata dalam keterbatasan itu, murid-murid sangat antusias mengikuti pelajaran !

Itu delapan tahun lalu. Kala saya mengajar di sebuah SD Inpres di pelosok. Laptopnya masih hidup meski program dan fiturnya sudah banyak ketinggalan.

Foto lawas : Murid-murid mengikuti pelajaran pakai laptop (dok pribadi)

Maka kala tahu ASUS punya laptop canggih ASUS EXPERTBOOK B3 Flip B3402, saya jadi berbinar. Mungkin mata ini seperti mata anak-anak hebat yang memandang kagum laptop saya sewindu lampau. Yes, teknologi berjalan cepat. Penasaran seperti apa laptop ASUS Expertbook B3 Flip B3402 ? Yuk mari kita intip.

Cermat Memilih Laptop

Somehow, laptop lawas saya pernah kemasukan semut. Entah mengapa, mungkin laptop jadi tempat yang nyaman untuk semut di tengah cuaca katulistiwa nan puanas.  Walhasil, laptop masuk servis dua kali, yang berakhir dengan screen touch yang error. Tentu saya tak mau mengalami kejadian berulang.

Karena laptop jadi kebutuhan, maka untuk menentukan ‘partner kerja’ ini, kita perlu cermat. Selain harga, kita perlu memperhatikan fitur unggulan, kapasitas, ukuran-berat, dan layanan purna jual. Ya, apalagi  di era new normal, pelajar hingga pekerja di daerah dan di kota, melakoni pembelajaran hibrid dan WFO-WFA.

ASUS sangat cepat berinovasi. Predikat The Best Laptop brand 2020 oleh Laptop Mag  dan Best 2021 People’s Brand award kategori notebook dan tablet, membuktikan kalau brand ini berkualitas dan jadi pilihan. Layanan purna jual dan service centernya terjamin dan tersebar di penjuru Indonesia.

Laptop Expert Nan Tangguh

ASUS Expertbook B3 Flip B3402 menggunakan prosesor Intel® coreTM i7 generasi ke 11 dan Iris® Xe graphics. Laptop hibrid ini didesain untuk mendukung kelancaran kerja dan belajar. Dengan memori DDR4 kapasitas 16 GB yang bisa diupgrade dan kapasitas storage 1 TB, bekerja bersama perangkat ini terasa lega.

Dengan ASUS Expertbook B3 Flip B3402, membuat desain, mengedit video, menyiapkan  presentasi, apalagi mengetik, bisa dikerjakan dengan bahagia. Bahkan tak khawatir lagi jika membuka file bersamaan. Tak ada lagi kisah laptop lemot, hang, not responding, ataupun kerjaan tidak tersimpan. Tak perlu lagi menenteng hardisk eksternal  karena hasil karya, desain, dan file penting tersimpan aman.

Work from Anyware membuat kaum pekerja lebih leluasa bekerja di mana-mana. Nah, ASUS Expertbook B3 Flip 3402 ini menggunakan jaringan 4G LTE. Artinya, tak perlu pakai jaringan wifi untuk koneksi internet, jadi lebih aman. Berbekal jaringan seluler, kita bisa bekerja di segala medan. Terbayang masa di pelosok, kalau laptop saya sudah berbasis 4.0, pasti pelajaran bakal lebih advance, tak kalah dengan sekolah di kota. Bisa eksplor dan menjelaskan materi dengan maksimal, sembari merekam wajah antusias murid-murid. Tentu dengan catatan, kalau jaringan sudah 4G ya! 🙂

Pakai ASUS, pelajaran jadi makin menyenangkan (sumber https://bit.ly/B3Flip )

Tak kalah penting, ASUS Expertbook B3 Flip 3402 ini beratnya cuma 1,6 kg. Cukup ringan untuk ditenteng, tidak makan banyak tempat, dan tidak bikin punggung pegal meski jalan ke mana-mana. Naik travel antar kabupaten, naik MRT di ibukota, kerja di pesawat, ataupun menyeberang sungai pakai ketinting, laptop ini ringan dan aman.

Yes, ASUS Expertbook B3 Flip 3402 mampu bertahan di kondisi ekstrim, dingin, panas, dan high speed shock. Lolos uji military grade, jika laptop terhimpit beban 25 kg pada penutup dan dasarnya yang kokoh, panel LCD tetap aman. Kalaupun laptop ini jatuh dari ketinggian 120 cm, tak apa-apa !

Spesifikasi laptop ASUS Expertbook B3 Flip 3402 (sumber : https://bit.ly/B3Flip )

Keyboard laptop ini juga spill-resistant. Jika ketumpahan sebotol air 330 cc, insyaAllah keyboardnya masih aman. Asal, laptop segera dimatikan, atur posisi untuk mengeluarkan ekses cairan, lalu keringkan 24 jam. Bagaimana dengan keamanan ? Laptop ini punya sistem pengaman berupa sensor fingerprint reader di tombol power dan single sign on. Jadi laptop ini menjaga privasi pemiliknya. Tak perlu lagi memasukkan password untuk akses masuk. Kalaupun kita ini orangnya ceroboh sekaligus mobile, ASUS Expertbook B3 Flip 3402 sangat tangguh menopang kebutuhan dan pergerakan !

Multitasking dan Tampilan Keren

Perlu tampil prima untuk meyakinkan klien ? Laptop ini akan menambah percaya diri saat presentasi bisnis, baik di ruang meeting maupun kala duduk berhadapan. Kemampuannya dilipat 360 derajat akan mempermudah dalam menyampaikan presentasi. Laptop bisa tegak standar, berdiri seperti tenda, mendatar, atau terlipat seperti tablet. Aman dibolak-balik dan dilipat 30.000 kali ! Tak perlu lagi memutar posisi duduk atau mengangkat laptop, hanya dengan melipat laptop seperti posisi yang diinginkan, pesan kita bisa tersampaikan ke lawan bicara.

Diskusi dan presentasi jadi makin meyakinkan (sumber : https://bit.ly/B3Flip )

Terkadang saat kelas atau meeting online, kita berada di lokasi bising, pencahayaan kurang, dan tempat yang kurang representatif. Jangan khawatir, Expertbook B3 Flip B3402 ini punya teknologi peredam noise suara dan gambar. Teknologi Two way al noice cancellation dan 3D noice reduction bisa mengurangi 94% noise di kamera. Wajah  tetap tampak segar di layar ! Laptop ini punya 2 kamera : di layar dan di dekat keyboard dengan resolusi 13MP. Meeting online pun tidak terganggu bisingnya suasana meski lagi hektik ngantar pasien di rumah sakit.

ASUS Expertbook B3 Flip B3402 punya Numberpad 2.0, sebuah keypad numerik LED yang bisa diaktifkan sehingga mempermudah pengguna untuk menulis angka dengan cepat. Dia juga punya stilus yang memungkinkan penggunanya corat coret di layar. Kuliah, meeting, desain, bakal lancar jaya. Kalau sudah begini, tampaknya buku dan alat tulis tak perlu lagi. Tinggal simpan coretan, dan catatan akan terdokumentasi rapi. Efektif, efisien, dan ramah lingkungan. Dengan meletakkan stilus di tempat penyimpanannya, bisa sekaligus ngecharge selama 15 detik, dan cukup untuk pemakaian 45 menit !

Laptop yang bisa dilipat 360 derajat dan punya stilus (sumber : https://bit.ly/B3Flip)

Tak Lelah di Depan Layar

Kuliah dan kerja di depan laptop seharian ? Yeah, selain tangan, badan, pasti mata juga lelah. Pantas jika pelajar dan mahasiswa jaman sekarang makin banyak yang berkacamata. Kuliah sekian jam di depan laptop, lanjut kerjakan tugas mandiri, tugas kelompok, baca jurnal dan makalah pdf. Kalau bete, tambah buka netflix. Total dalam sehari ada berapa jam mata dan badan tegak menghadap layar ?

Tapi jangan khawatir, ASUS Expertbook B3 Flip 3402 punya panel layar dengan emisi blue light, lolos serifikat TÜV Rheinland untuk menjaga mata dari kelelahan dan radiasi. Hadir di era corona, laptop ini juga dilengkapi antibacterial guard protection di keyboard, touch pad, dan palm rest. Seperti kita tahu, laptop berpotensi jadi tempat bersarang bakteri. Apalagi di masa corona begini, yang membuat kita lebih aware dengan kebersihan. Nah, laptop ASUS ini juga aman kalau terpercik alkohol, jadi kebersihan tetap terjaga.

Satu lagi, tingginya intensitas bekerja di depan gadget berpotensi bikin tangan kelelahan. Ada yang namanya carpal tunnel syndrome : iritasi syaraf median di pangkal tangan, karena gerak tangan berulang dalam waktu lama. Inilah penyakit yang rawan diderita para pengguna gadget dan laptop. Nah, ASUS Expertbook B3 Flip 3402 memungkinkan tangan kita beraksi dengan variasi gerakan dalam beberapa posisi : memencet tuts keyboards, menggerakkan layar sentuh, atau mencatat dengan stilus. So laptop ini ramah untuk tangan dan jemari ! Ehm..jangan lupa, sering-sering latihan untuk menghindari carpal tunnel syndrome ya..

Resiko Carpal tunnel syndrome dan latihan bagi pengguna laptop (sumber : Luando08.wordpress.com)

Bisa disimpulkan, ASUS Expertbook B3 Flip 3402 ini merupakan laptop hibrid canggih yang sangat fungsional. Laptop mewah yang bakal menyokong pekerjaan, berkarya, maupun hiburan dengan maksimal. Tangguh, ringan, compact, dan terkoneksi jaringan 4.0. Lalu bagaimana kalau laptop ini rusak ? Tenang, ada garansi 5 tahun. Bahkan teknisi ASUS bisa langsung datang, layanan VIP deh. Yuk, kita intip harganya. Di web resmi www.asus.com, ASUS Expertbook B3 Flip 3402 dibandrol dengan harga  Rp 15 jutaan, kebetulan ada promo, jadi 13 jutaan rupiah saja. Sebanding dengan kualitasnya kan. 🙂

Mengembalikan Hak Bumi #30 Hari Jadi Manfaat

Seandainya ada bocoran : usia tinggal 30 hari. Maka apa yang akan kita lakukan ?

Tentu kita akan membuat langkah strategis agar tiap hari, jam, dan detik yang Allah berikan, selalu berisi kebaikan. Idealnya, tanpa bocoran pun, tiap menit kita isi dengan menanam amal jariyah. Ingat akan hadits yang menyatakan “Ada 3 hal yang pahalanya akan selalu mengalir meskipun orang sudah meninggal : amal jariyah, anak sholeh, dan ilmu yang bermanfaat” (HR Muslim).

Lalu benak pun bertanya, Bagaimana jika ilmunya hanya setetes air dari lautan ?  Bagaimana jika dana pas-pasan untuk hidup ? Bagaimana jika tak punya anak ? Dari mana tabungan pahala akherat dipersiapkan ?

Tuhan tentu akan memberi jalan dan kesempatan pada makhluknya untuk berbuat kebaikan dengan jalan apapun, dalam kondisi apapun, dan di mana pun.

Jam pasir (sumber : pinterest art42.tumblr.com)

Amal Jariyah yang Sangat Dekat

Laa tahzan, jangan bersedih. Ternyata amal jariyah itu banyak. Membangun sumber air (sumur, waduk, mengalirkan air), memberi tanah untuk jalan, menanam pohon, membangun masjid, sekolah, dan rumah sakit, hingga memberikan mushaf al Qur’an. Lalu dari mana memulainya ?

Semua dimulai dari niat. Dengan niat tulus, sikap dan tindakan yang baik, akan membawa kebaikan menuju keridhaan Allah. Satu langkah, yang ternyata diiringi banyak langkah. Seperti Dompet Dhuafa http://dompetdhuafa.org yang berproses dengan penggalangan dana lokal pada 1993, menjadi yayasan di 1994, hingga menjadi Lembaga Zakat Nasional di 10 Oktober 2021. Dua puluh sembilan tahun berkiprah, di 34 propinsi Indonesia, dan 8 negara di dunia.

Karena Sampah Terbesar adalah Sampah Rumah Tangga

Kementrian Lingkungan Hidup mencatat, pada tahun 2020, tiap penduduk Indonesia menghasilkan sampah 0, 68 kg per hari. Menurut KLH, sampah terbesar yang dihasilkan di Indonesia adalah sampah rumah tangga.

Dalam waktu 30 hari, satu orang Indonesia menghasilkan 20,4 kg sampah ! Kalau berat badan laki-laki dewasa 60 kg, maka sampah yang dihasilkan dalam sebulan sama dengan sepertiga tubuhnya.

Tiap rumah melakukan aktivitas konsumsi, memasak, makan, dan minum. Jika tidak memasak alias beli, maka sampah menumpuk dari bungkus nasi padang atau gelas plastik. Dengan meracik sendiri, kita bisa mengurangi potensi sisa makanan terbuang dan memanfaatkannya untuk sesuatu yang lebih berguna. Ini yang coba kami lakukan di rumah, di pinggiran ibu kota.

Sisa batang kangkung, ujung kacang panjang, kepala terong dimasukkan komposter. Kulit wortel, timun, jeruk, blewah, dibuat eco enzyme. Buah berlebih diproses untuk classic enzyme. Sisa tulang ayam dibakar dan diproses jadi pupuk tulang. Kulit telur dijemur dan diproses jadi pupuk kalsium.

Dalam waktu 30 hari, sisa sayuran itu akan menumpuk dan terfermentasi bersama sekam, kertas/karton, dan bakteri. Dia belum akan jadi kompos, namun akan menyusut.

Dalam waktu 30 hari, kulit buah dalam wadah eco enzyme selesai berproses aerob, gas berkurang, fermentasi alkohol selesai, lalu material yang mengapung mulai turun.

Berproses dengan minyak jelantah dan kulit buah (dok pribadi, edited with canva)

Dalam waktu 20 hari, ada banyak kulit telur yang terkumpul, lalu dicuci, dijemur, dan dihancurkan. Siap diproses bersama cuka dan dibiarkan 10 hari. Lalu diencerkan dan diaplikasikan sebagai pupuk kalsium untuk tanaman.

Dalam waktu 28 hari, minyak sisa penggorengan akan terkumpul menjadi satu botol minuman. Lalu dikurangi aroma amisnya dengan perendaman arang panas 2 hari. Setelahnya bisa diproses menjadi sabun jelantah bersama soda api dan air pandan.

Dalam waktu 30 hari, sampah plastik tidak akan terurai. Dia hanya akan dicuci, dijemur, dan digunting untuk bahan eco brick. Kalau sedang mati gaya, sampah plastik ini juga akan bersatu di tempat sampah dan menunggu diangkat tukang sampah.

Dalam waktu 30 hari, akar-akar bawang merah yang disimpan di kulkas akan tumbuh dan siap tanam. Bibit kemangi yang disemai sudah berdaun. Biji bunga matahari yang disebar mulai tinggi dan minta dipindah ke tanah.

Ada proses keajaiban dalam 30 hari (dok pribadi, edited with canva)

Dalam waktu 14 hari, MOL atau mikro organisme lokal dari nasi basi sudah jadi. Sisa harinya bisa untuk pemanfaatan MOL sebagai bioaktivator, pupuk, atau pestisida nabati.

Dalam waktu 30 hari, ada banyak proses menaman, mengkompos, membuat pupuk organik yang bisa dikerjakan di petak rumah. Ada proses mempertanggungjawabkan tindakan manusia sebagai penghasil sampah dan limbah lingkungan.

Dalam waktu 30 hari, kalau kita abaikan semuanya, maka Allah akan memberikan jalan tanaman  survive atau mati. Hama, virus, bakteri patogen, jamur, dan serangga, bisa berbalik menyerang kala ekosistem dan rantai makanan belum jadi. Mengapa ? Karena siklus alam telah terusik bahan sintetis dan perambahan eksesif.

Tanggung Jawab Khalifah

“Maka hendaklah manusia itu memperhatikan makanannya. Sesungguhnya Kami benar-benar telah mencurahkan air (dari langit) kemudian Kami belah bumi dengan sebaik-baiknya, lalu Kami tumbuhkan biji-bijian di bumi itu, anggur dan sayur-sayuran, zaitun dan pohon kurma, kebun-kebun lebat, dan buah-buahan serta rumput-rumputan, untuk kesenanganmu dan untuk binatang-binatang ternakmu.” (QS Abasa : 24-32)

Mempraktekkan QS Abasa (dok pribadi)

Peduli pada kelestarian lingkungan dan bertanggungjawab atas sampah yang dihasilkan merupakan tanggung jawab manusia di dunia. Kadang kita hanya terfokus ibadah kepada Tuhan namun lupa berakhlak pada alam.

Dalam 30 hari, jika kita mengurus sampah rumah tangga sendiri, maka angka 0.68 kg sampah / kapita/ hari itu akan berkurang. Ia bisa bertransformasi menjadi bahan yang bermanfaat manakala proses dekomposisi dan fermentasi selesai.

Untuk apa semua itu ? Untuk mengembalikan hak bumi, untuk membawa keseimbangan. Untuk menuju Surat Abasa : 24-32. Dari sebutir biji, dari sebatang dahan, bisa tumbuh pohon. Dengan catatan, media tanam dan lahan sudah siap, perawatan dan pemupukan berjalan. Pohon inilah yang akan jadi jalur amal jariyah kita.

Mengapa Menanam Pohon jadi Amal Jariyah ?

Karena pohon membawa manfaat untuk masa kini dan masa datang. Untuk air yang tersimpan, untuk cacing dan mikro organisme yang bermain bersama di tanah, untuk kadal yang bersembunyi, untuk lebah dan serangga yang membantu penyerbukan, atau burung yang mencari keteduhan.

Sepetak tanah ini akan menjadi habitat bagi beragam makhluk dan membentuk ekosistem kecil. Akarnya menahan air dan erosi. Batang dan daun menyerap CO 2 dan bekerja berfotosintesa menghasilkan oksigen. Lalu muncul bunga, biji, dan buah yang bisa dirasakan manusia, burung, atau serangga.

Itulah kehidupan ! kala menemukan ritme, hidup akan berputar dan bergulir. Dengan memahami konsep ini, kita jadi lebih menghargai petani. Betapa rumit usaha yang mereka lakukan, batapa berharganya cinta alam dan lingkungan yang mereka miliki. Dimulai dari pertanian subsisten mandiri yang dilakukan dengan bahagia, berpotensi menjadi usaha mandiri rumah tangga.

Ekosistem di sepetak tanah (sumber : lovelygreens.com)

Kini pondok-pondok pesantren mulai melakukan aktivitas bertani yang ramah lingkungan dan berkelanjutan, sebagai unit usaha mandiri, juga bekal skill santri kala kembali ke masyarakat.

Dompet Dhuafa dompetdhuafa.org untuk Ekonomi dan Pangan Berkelanjutan

Sebagai lembaga filantropi Islam yang berkhidmat dalam pemberdayaan dhuafa dengan pendekatan budaya melalui kegiatan filantropis dan usaha sosial profetik, Dompet Dhuafa dompetdhuafa.org mempunyai visi terwujudnya masyarakat dunia yang berdaya melalui pelayanan, pembelaan dan pemberdayaan berbasis sistem yang berkeadilan.

Berkembangnya pertanian subsisten menjadi agribisnis mampu meningkatkan taraf hidup manusia, yang beranjak dari asnaf (penerima zakat) menjadi muzakki (pemberi zakat). Berkolaborasi dengan 173 petani pemberdayaan di bawah koordinasi koperasi Masjid Al Muhtadin di Kaliwedi Cirebon yang mengelola lahan 200 hektare untuk 2100 ton gabah basah yang disalurkan dalam program Tebar Zakat Fitrah.

Untuk mendukung ketahanan pangan, DD menggulirkan modal usaha dan memberdayakan masyarakat untuk menggarap lahan 1000 hektar. Inilah program ketahanan pangan yang memadukan bisnis sosial dan pengelolaan dana sosial.

Dalam pilar program ekonomi, Dompet Dhuafa mengembangkan pertanian sehat, peternakan rakyat, UMKM dan industri kreatif, pengembangan kawasan, trading area, agroindustri, hingga keuangan mikro syariah di Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Jawa, NTT dan Bali. Dengan penerima manfaat 10.416 jiwa, atau 0,329% dari keseluruhan program penyaluran ZISWAF (data 2020), ini merupakan langkah strategis dan berkelanjutan untuk ekonomi dan pangan.

Beras zakat dari petani berdaya (sumber : Sapa Ramadan DD 1442H)

“Sempurnakan ramadhannya dengan beras zakat fitrah petani berdaya, untuk dhuafa di pelosok.”

Bukankah ini indah ? Karena ini langkah berkelanjutan. Senyum bumi dan petani sangat berkaitan. Kita bisa memulainya, dan dalam 30 hari, lihatlah apa yang terjadi. Dalam waktu 30 minggu, 30 bulan, 30 tahun, gelombang perubahan apa yang bisa terjadi. Mari berbuat baik pada lingkungan sembari menabung amal jariyah.

“Barang siapa berbuat kebaikan sebesar biji sawi, akan mendapat ganjaran.“  Wallahu ‘alam bisshowab.

Tulisan ini diikutsertakan dalam Lomba Blog Jadi Manfaat yang diselenggarakan oleh Dompet Dhuafa http://dompetdhuafa.org

Kompos, Dekomposisi, Komposter

Tentang Media Tanam
Hidup di kota, alhamdulillah tanah kita sebatas jatah kapling. Bagaimana kondisinya ? Hmm… kurang subur sih, apalagi ada sisa material bangunan. Kebetulan di sini tanahnya merah dan liat. Kalau hujan, tanah akan lengket. Kalau panas, tanah kering keras. Maka sekian platerbag dan pot di rumah, kami tidak memakai tanah, namun menggunakan sekam, pupuk kandang atau membeli media tanam jadi.

Memang petani itu musti punya media tanam yang baik, yang porous, yang bergizi sehingga tanaman bisa tumbuh subur bahagia berbakti pada ibu pertiwi. Selama belum bisa memperbaiki kondisi tanah, kami akan selalu membeli  sekam dan pupuk kandang. Jadi bersyukurlah jika halaman anda hitam tanahnya dan gembur. Konon tanah Jawa aslinya subur. Manusialah yang membuat tanah jadi jenuh, kehilangan unsur hara.

Setelah memperhatikan isi polibag keladi pemberian yangti, ternyata media tanamnya hanya sekam. Mungkin tanaman ini bisa subur karena kekuatan pupuk kimia. Sementara itu, kalau menurut petani senior organik, pupuk kimia sintetis ini akan membuat media jenuh dan merusak media tanam. Tentu tidak bagus untuk tanaman dan kelestarian ya.

Saya coba bandingkan pedoman penggunaan pupuk kandang vs pupuk kimia di satu buku pertanian. Ternyata untuk mensuplay gizi tanaman anggur, kita butuh lima puluh kilo pupuk kandang. Sementara, jika menggunakan pupuk sintetis, hanya sekian gram. Wah gimana nasib tabulampot kalau mau tanam organik ? Wkwkwk… Mungkin ini yang ditawarkan pupuk sintetis ya. Cukup sedikit tapi berkali-kali, tidak menambah volume media dan bisa menyuburkan tanaman.

Kompos dan Komposter
Ingatkah, apa yang akan dipelajari Peppers setelah menikah dengan Tony Stark ? Composting !

Ya benar… Kompos merupakan bahan baku untuk media tanam yang baik. Kompos ini modal penting karena kaya gizi untuk tanaman. Punya daun kering? Wah, pohonnya lagi ditanam tuh.

Sebetulnya ada, daun-daun di kebun sebelah atau sampah daun di dekat sekolah, tapi kayak gimana ya, mau ngambil. Yang pertama, itu kebun punya orang, entah yang punya ada di mana untuk minta izin. Yang kedua, Mr Handymany kurang setuju untuk memulung sampah. Baiklah, kalau begitu kita buat kompos dengan material yang ada saja.

Jadilah, Mr Handymany bikin komposter dengan tong. Fungsinya untuk mengelola sampah rumah tangga sekaligus bikin kompos. Penanganan sampah memang seharusnya dimulai di rumah. Tidak adanya pemilahan sampah di rumah tangga bikin problem sampah tidak akan selesai-selesai.

Ada 2 tipe komposter yang dibuat : aerob dan anaerob. Mr Handymany sengaja bikin 2 jenis supaya tahu perbedaan hasil dan prosesnya. Komposter anaerob artinya tidak membutuhkan udara dalam proses dekomposisi. Artinya, dekomposisi akan berjalan lama, hanya mengandalkan bahan-bahan hijau, coklat, dan cairan molase + EM4.

Komposter aerob artinya komposter yang menggunakan udara masuk dan berperan dalam dekomposisi. Adanya udara ini memungkinkan tumbuhnya makhluk hidup. Ada maggot/belatung yang muncul dan bikin saya begidik tiap membuka komposter. Konon makhluk ini membantu dekomposisi jadi lebih cepat. Ini cocok untuk yang belajar IPA, karena melihat metamorfosa makhluk hidup 🙂 . Mr Handymany pun menambahkan blower untuk memasukkan dan sirkulasi udara. Namun kami curiga, ada maggot yang berhasil kabur dari komposter dan berjalan-jalan di luar. Hmm dari celah mana mereka keluar tong ya?

ki-ka : Komposter anaerob – komposter aerob

Apa Isi Komposternya?
Batang sisa sayur, kulit buah, daun hijau, itulah bahan hijau (unsur nitrogen). Untuk bahan coklat (karbon), bisa menggunakan daun kering, rumput kering, serutan kayu, atau sekam. Nah mereka ini disusun berlapis di dalam komposter. Setelahnya dispray larutan molase, EM4, dan air. Bahan-bahan berminyak dan berlemak tidak bisa dimasukkan komposter. Jadi tulang atau duri ikan, minyak sisa penggorengan, tidak bisa ditampung di sini.

Lumayan lho, komposter ini jadi mengurangi sampah yang diangkut tukang sampah. Paling tidak, kita bisa melakukan sesuatu dari keluarga kita.

Sudah panen kompos ? Belum. Untuk memenuhi tong, kami perlu waktu 3 bulan (tergantung bahan baku atau sampah rumahtangga yang ada). Lalu proses dekomposisi anaerob konon 3 bulan. Lama ya? Hehe… Kalau dibuka, kini aromanya asam segar. Kalau dilihat penampakannya,  sepertinya belum bagus untuk jadi media tanam. Harus ngecek PH nya juga.

Dari dekomposter ini yang sudah dipanen adalah poc alias pupuk organik cair alias air lindi. Air ini berasal dari fermentasi kompos yang menetes dan ditampung. Warnanya hitam, dan aromanya..hmmm sungguh semerbak. Aroma ini berasal dari bahan baku kompos namun konon ini bisa dipermak dengan memasukkan sereh atau herbs aromatik. Tapi namanya sampah dapur, ya sisa bahan dapur saya masukkan saja.

Komposter anaerob : penampakan isinya dan panen air lindi

Kalau komposnya jadi, berarti kami bisa melakukan daur ulang sampah. Nantinya kompos ini digunakan untuk campuran  media tanam. Tak ketinggalan ada niat bikin compost tea yang bagus untuk tanaman dan tanah. Semoga niat dan rencana kami bisa berjalan. Amiin..

Memperbaiki Kondisi Tanah
Melihat kondisi tanah merah, lengket, dan kurang baik untuk menanam, membuat kami mencari cara untuk memperbaiki kondisi tanah. Bagaimana caranya? Kami sedang belajar dekomposisi. Bahannya :  arang, abu, pupuk kandang/kompos, dan bakteri. Proses dekomposisinya aerob, jadi membutuhkan udara.

Menurut manual yang saya dapat, dekomposisi ini dilakukan di tanah dan ditutup terpal. Namun berhubung lahan di sini terbatas dan cuaca tak tentu, bahan dekomposisi saya masukkan ke tong bekas cat, semprot air + bakteri, lalu ditutup kain. Macam bikin kue ya….wkwkwk.. Dalam waktu seminggu suhunya akan naik, dan dalam sepuluh hari, suhunya akan turun. Setelah kompos dingin, bisa diaplikasikan ke media tanam dan tanah.

Tong dekomposisi

Nah, pertanyaannya, apakah lahan sudah membaik setelah aplikasi dekomposisi? Nah saya belum bisa jawab. Karena saya suka ujicoba bermacam-macam. Jadi belum signifikan kalau mau ditelusuri, ini efek dari aplikasi yang mana.

Yang kelihatan jadi segar adalah daun mint di planterbag yang menghijau kembali. Ada juga kembang desember yang muncul tunas daunnya setelah sempat tak tampak. Sementara amarilis malah sebaliknya. Entah ini untuk refresh tanaman baru atau efek serangan kutu putih, saya kurang paham. Sementara untuk kembang matahari yang ditanam di tanah belakang, belum bisa dikatakan berhasil…mmm bisa juga karena mereka jadi sasaran refugia. Jadi mari kita lihat perkembangan tanah dan tanaman selanjutnya 😃…. Semangat !

DIY batoki-toki

Do it yourself , bukan Daerah Istimewa Yogyakarta, itu entah bagaimana jadi hobi suami atau saya menyebutnya Mr Handymany.. Udah dari sononya hobi utak utik dan nukang. Bahasa anak-anak di Sulawesi sana : batoki-toki (memukul-mukul). Alat kerjanya dikumpul sedikit demi sedikit. Kami menyebutnya capex – capital expenditure. Sempat tinggal di hutan, jalan licin, dan jauh dari mana-mana jadi alasan untuk melengkapi tools kit. “Biar bisa mbenerin sendiri kalau ada yang rusak,” katanya.

Urusan keran tersumbat dan perpipaan, kalau ada kesempatan, dia akan turun tangan. Pernah juga bikin kolam malam-malam ditemani obat nyamuk. Atau merakit dan melubangi pralon untuk hidroponik. Maka kala new normal ini kami memutuskan cari rumah di pinggiran ibukota, hasratnya untuk nukang makin besar.

Syukurlah ada rumah berhalaman dengan pagar. Kalau di klaster, pasti kami akan kena protes karena sering bikin ribut dengan suara gerinda atau las. Di sinilah suami berkarya. Sering tak puas dengan kerjaan tukang yang membangun rumah, Mr Handymany memilih membetulkan sendiri. Kadang juga kontak pak mandor yang mbangun rumah untuk cek ricek dimana jalur perpipaan, jaringan kabel ini itunya, dll.

So, toko bangunan adalah tempat favoritnya.  Karena situasi new normal ini, maka kebutuhan pertukangan banyak dibeli online. Cukup efektif, buka marketplace, cari barang, liat review, lalu pesan. Dan barang akan datang diantar ke rumah. Ada tangga lipat, alat las, gerinda, perkabelan, besi, dll.

Irit dong, kalau dikerjain sendiri ? Belum tentu juga, karena speknya jadi makin tinggi dan pengerjaannya disela-sela kerjaan kantor, belum lagi cuaca yang sering hujan atau kelewat panas. Jadi kalau tukang biasa bisa selesai seminggu, yang ini tukang luar biasa bisa selesai empat bulan. 😅

Ndak apa deh. Terus sehat bersemangat, berkarya dan berWfh, di belantara covid ya, semuanya !

Belajar jadi Petani

‘Menanamlah, karena tidak ada ruginya. Kalau bukan engkau yang menikmati, ya orang lain. Menanam (pohon) itu amal jariyah.’
Pesan almarhum ayahanda ternyata sangat diingat suami dan jadi dalih hobinya menanam ini itu di manapun kami tinggal.

Pola new normal tak pelak berdampak pada kami. Tercebur pada situasi baru, pilihan untuk bergerak ke kanan atau kiri, hingga akhirnya mengambil keputusan yang bahkan tak mampir di benak. Keengganan hidup di ibukota dengan hingar bingar kemacetan, sampah, trotoar dan parit yang buruk disertai perilaku manusia yang membuat absurd tiba-tiba jadi berbalik arah.

Pindah hidup di kota ! Hola ! di sinilah kami. WFH saja. Niat awal kami akan membuat pertanian subsisten. Bertanam sayur dan buah yang mencukupi kebutuhan sehari-hari. Semangat 45 di benak, dengan rencana ini itu. Dan ternyata…

(Berniat jadi) Petani Organik
Eh, tanahnya kok lain ya…
Eh, batang kelor yang ditancap ke tanah, malah mati, padahal sempat bertunas saat diletakkan begitu saja…
Eh, kembang melati dan jarak merah disikat ulat..
Eh, bibit cabenya keriting plus diserang hama…
Oh… tidaaakkk!

Ini masih tanaman biasa, lha bagaimana dengan tanaman holtikultura? Ternyata menjadi petani itu sulit. Kami tak sangka keanekaragaman hayati hama menyerang tanaman dengan masif. Ulat aneka rupa dan bentuk, kaki seribu, kutu putih, semut, dll menghajar tanaman tanpa ampun. Padahal kami sudah berniat bertanam organik, tanpa produk sintetis.

Kondisi ini tak pernah kami alami sebelumnya kala tinggal di Jogja, Sulawesi, ataupun Kalimantan. Cabe busuk yang disebar pun bisa jadi bibit. Batang kelor yang ditancap di tanah pun bisa menghasilkan daun yang besar dan segar. Kembang matahari tak ada yang diserang ulat. Aneka hama sejauh yang kami tahu, tak pernah seperti ini.

Bingung, sedih, akhirnya beli juga pupuk dan pestisida sintetis, meskipun kemasan kecil. Yang membuat saya tercengang adalah ada banyak warning dalam penggunaan bahan ini. Tidak boleh terkena kulit, terhirup, alatnya khusus untuk produk kimia tsb, dll.. kok ngeri amir ya. Jadilah produk sintetis itu ngendon saja.

Apakah ini yang sehari-hari dipakai petani? Wah besar sekali pengorbanannya untuk kita, kaum konsumen. Sementara kita cukup mengeluarkan uang untuk beli cabe dan bayam. Itu pun keuntungan banyak lari ke penjual. Lalu berapa rupiah kah yang mereka dapatkan sebagai penghasilan, sementara petani musti beli pupuk, insektisida, bibit, dll yang tidak sedikit? Masih ada resiko lain-lain.

Petani, itu profesi yang dianggap kurang mentereng dibanding profesi lain karena dianggap kurang menjanjikan. Padahal, petani banyak dikorbankan demi harga rendah, demi pasokan pangan, demi lain- lain. Dan kita, manusia umumnya menikmati hasil tani dengan murah, menjerit kala harga cabe dan bawang mahal. Sementara petani selalu menjerit karena biaya produksi lebih besar daripada keuntungan. Tidak mudah lho, jadi petani.

Pestisida Nabati dan Pupuk Organik
Bertanya pada kawan yang memang kuliah pertanian, membuat kami sampai pada kesimpulan, mungkin ekosistem di kota sudah rusak. Banyak hama bisa jadi tanda : mereka butuh makan dan berkembang biak. Mungkin tanaman di sekitar pakai pestisida sehingga mereka nyaman melahap tanaman kami yang tanpa pestisida. Bisa jadi predatornya tidak ada, rantai makanan putus di tengah jalan. Hama resisten, mungkin terbiasa dengan pestisida sehingga muncul varian yang lebih kebal.

Lalu apa yang dilakukan?

Mimba. Konon ini pestisida nabati yang manjur. Beli dong, bibitnya online dari Kediri. Sekarang ada 2 planterbag di belakang. Sudah dibuat resep pesnab mimba? Belum berhasil. Niatnya bikin neem oil. Kemarin pengeringan daun nggak kemripik juga, padahal di youtub katanya bisa. Tapi kok ada ulat yang dengan asyiknya nongkrong di daun mimba ? Wkwkwkwk..

Ramuan kulit bawang? Ah, ini kurang manjur. Hampir tiap hari saya semprotin, tapi hama datang juga. Tampaknya niat organik harus disertai tekad dan aksi konsisten, bahkan mencoba resep baru yang lebih canggih. Infused water bawang putih ? Hmm kayaknya juga kurang mempan. Terbukti kutu putih masih ada. Coba resep baru lagi ya.

Hidrogen peroksida? Sudah bikin dengan konsentrasi 3%, dan disemprotkan ke tanaman berhama. Kadang juga saya lap daunnya setelah kena H2O2 ini namun tampaknya masih kurang berhasil. Baking soda + terigu? Pernah juga, tujuannya membasmi hama, tapi karena hama nempel di daun, yang jadi daunnya malah kepanasan 😂 sehingga urung saya gunakan lagi.

Tembakau? Ya, ini dulu juga pernah kami lakukan, tapi mengingat rokok itu berbahaya dan dilarang dokter, kalau tanamannya dikasih ramuan tembakau, apa nggak kontra produktif dengan kata bu dokter? Jadi saya skip saja.

Agen hayati. Saya juga baru tahu kalau ini ada. Mereka adalah kawan petani melawan hama, di antaranya ada jamur tricoderma, jamur beauveria bassiana, dan bakteri bacilus thuringensis. Tricoderma ini senjata untuk melawan fusarium yang aplikasinya ke tanah. Beauveria melawan rupa-rupa hama serangga yang disemprot langsung.   Tubuh hama akan terselubungi miselium putih. Saya sudah mencoba ketiganya, kala melihat tanaman menjerit diserang hama dan semprotan pesnab kurang manjur.  Ah, saya suka. Semoga agen hayati ini memang aman diaplikasikan, tidak seperti pestisida lainnya.

Tentang Refugia
Apa itu refugia? Ini adalah tanaman pelindung untuk mengalihkan hama agar tidak menyerang tanaman utama. Pilihan kami adalah bunga matahari, karena memang punya bijinya. Ternyata memang beneran refugia: tanaman jadi sasaran hama mulai dari semut, belalang, hingga ulat. Ada yang berhasil survive (hidup-tumbuh), ada juga yang goyah dan akhirnya jatuh lesu di tanah dengan daun menggulung.

Ada juga tanaman yang saya kira bisa melalui serangan hama namun beberapa hari yang lalu, ulat-ulat berkerumun di daunnya. Ngeri. Buat saya ini pemandangan vulgar nan menyeramkan yang tak layak ditampilkan fotonya. Dan saya belum juga belum terbiasa melihat hama. Walhasil kalau sudah begini, si bapak yang ngambilin ulat atau memotong daun yang terserang.

Refugia oh refugia. Mungkin kita hanya tahu bawa kembang disukai hama, ternyata konsepnya memang untuk mengalihkan hama dari tanaman utama, semacam dikorbankan ya. Rencana akan cari bibit marigold agar bunga matahari tidak kerja sendirian sebagai benteng hama.

Magang di Dapur Artisan

Bersama awal corona, dengan kompleksitas hidup yang indah, saya menjalani pola hidup baru. Seperti di reset setelah terhilang di hutan dengan improvisasi dan keterbatasannya, tetiba kami tercerabut ke kota (jogja). Dunia yang lebih fleksibel dan terbuka akses segala.

Corona dan Dapur
Tetangga rumah ibu adalah pembuat kue. Dari jongkong, jadah manten, sampai soes dan risol mayo, uenak semua. Sering kali  aroma semerbak muncul di tengah malam, pertanda shift malam bekerja. Tangan-tangan terampil perempuan perkasa yang terus bergerak mengelola pesanan. Efek ngerasain kue bude sebelah, tiap kali ngicip kue lain, jadi terasa beda level.

Ternyata corona juga punya imbas di dunia perkulineran. Sepinya hotel, pindahnya bandara ke tempat baru, sepinya aktivitas kumpul dan syukuran, berimbas juga ke usaha perkuean. Aroma kue itu agak berkurang.

Nah, bakery tempat saya magang ini bukan di tetangga sebelah, tapi di rumah ibu. Ternyata ada jewel in the palace di keluarga ini. Ya, kakak pertama merintis usaha kue rumahan. Dengan spirit mengolah makanan yang bisa dinikmati ibunda yang banyak pantangan, kakak bereksperimen bikin ini-itu. Menyenangkan!

Kalau ibu bilang, enak… berarti enak. Kalau ibu bilang, kemanisan, berarti takaran gula perlu dikurangi. Kalau overcook, berarti dibuat ulang.  Kalau sulit dimakan, ya sudah, drop saja, tapi biasanya kakak punya aja ide ini itu sehingga menghasilkan kue baru. Senyum, lelah tapi bahagia.

Berpetualang Rasa
Ternyata teknik dan ilmu memasak itu banyak. Terigu – tanamannya tak ada di Indonesia,  demikian masif dipakai sebagai bahan kue yang murah dan mudah. Tepung ini dengan teknik tertentu bisa jadi adonan pasir, liat, cair, dan berubah bentuk begitu saja.

Eksperimen, makan, lalu berkomentar. Biar balance, kami icip masakan yang sudah eksis, merasakan bumbu, tekstur, rasa, membayangkan cara masaknya, lalu membandingkan dengan masakan kakak. Setelahnya dengan semangat 45, kakak akan bikin hidangan baru dengan pengembangan metode atau bahan.

Buka buku resep, liat tv, lalu praktek sesuatu yang baru lagi. Kami jadi sering nonton Asian Food Network atau Nat Geo People. Ternyata resep masakan itu saling berhubungan di berbagai belahan dunia. Nenek moyang yang bermigrasi ke tempat baru punya peran penting dalam menghasilkan makanan baru. Ada yang otentik, ada yang menyesuaikan cita rasa tempatan. Bumbu, material, metode, dan alat, saling berhubungan.


Bagaimana ceritanya resep stew di Persia ada benang merahnya dengan stew Mongolia, Meksiko, dan India ?  Safron, pistachio, dan kismis yang melimpah di Iran, bertemu dengan garam masala di India. Bunga lawang, yang ketemunya di rendang, ternyata jadi elemen bumbu five star spices China. Jintan, yang banyak di olahan daging Asia, ternyata dipakai untuk bumbu masakan Meksiko. Begitu indahnya ramuan rempah dan herba bertemu dalam belanga, menghasilkan perbedaan rasa di satu sudut dunia ke sudut lainnya.

Dari sini aroma dan rasa diracik

Ini juga yang membuat lidah saya yang terbiasa dengan pedas asin asam, megap-megap ketemu rasa manis, lalu tercebur ke gurih aromatik herb. Saya yang kenalnya kemangi dan sereh tiba-tiba berkenalan dengan oregano, thyme, dan rosemary.


Kayumanis yang terasa kuat dalam masakan banjar, tiba-tiba jadi bumbu kue yang enak. Hanya merica dan lemon, yang tampaknya jadi bumbu standar yang jamak dipakai di segala benua dalam aneka  kecenderungan rasa.

Ada kalanya kami mencoba mendomestifikasi resep, namun beberapa tidak menampilkan yang diharapkan. Aroma smokey paprika itu beda dengan cabe gendot yang hanguskan. Serpihan gochugaru menghasilkan warna dan rasa berbeda dengan cabe lokal. Intensitas lemon lokal dan jeruk nipis itu berbeda dengan lemon impor. Dan, sejumput taburan permessan itu memberi rasa ajaib di spanakopita bayam !

Proses Memasak itu Nggak Instan
Ibu, yang menghindari makanan berpengawet, bermicin, pewarna dll membuat kami lebih jeli memilih bahan baku.  Ya, saat ke toko bahan kue atau supermarket, kami jadi lebih memperhatikan ingredients. Ternyata banyak bahan yang menggunakan pengawet dkk. Dan rupanya, harga  bisa lebih murah bila menggunakan pengawet, perasa sintetis, pewarna, dll. Sementara sebagai pembuat kue, harga bahan baku akan mempengaruhi harga produk, bukan?

Mmm….jadi, kami melewati proses yang panjang untuk menghasilkan hidangan yang proper dan sehat, yang tentunya bisa dinikmati ibu. Plus rasanya bikin tercengang. Contohnya : saus lasagna dari tomat asli.

Takceritakan ya… Proses pembuatan saus tomat memang panjang, butuh kesabaran dan stamina. Mulai dari pemilihan bahan, musti tomat yang merah tebal, lalu merendam di baking soda untuk melepas pestisida dll yang nempel kala perawatan tanaman. Lalu dicuci bersih, direbus di panci besar. Tomat-tomat pun didinginkan, setelahnya dikupas, dipilah, diblender, diimasak, dibumbui. Duh ini bukan industri lho ya, ini usaha rumahan aja. Tapi hati tenang dan rasa nendang. Ini worthed !

Perihal Alat Masak
Baru saya pahami bahwa alat masak berpengaruh pada proses dan kualitas masakan. Ya, ibu menghindari alat masak berbahan alumunium dan teflon dengan alasan kesehatan. Dan untunglah, alat masak kakak dari stainless. Poin utama menggunakan stainless steel (utamanya SUS 304 atau 340) adalah aman untuk kesehatan, tidak bereaksi terhadap asam dan non toxic. Selain itu, alat masak stainless ini lebih tahan panas, cenderung stabil, dan hasil masakan lebih memuaskan.

“Wah, sudah seperti chef sungguhan,” kata ibu. Saucepan dan panci aneka ukuran dari stainless steel pun nangkring di dapur. Ini juga berlaku untuk loyang. Loyang alumunium di pasaran tersedia aneka ukuran dengan harga terjangkau, ada juga yang teflon. Namun dengan berbagai pertimbangan, kakak memilih loyang keramik. Syukurlah, ada yang buat, meski dengan harga berkali lipat.

Berteman dengan Kurir dan Marketplace
Sebagai garda depan pengiriman produk, kami berteman dengan kurir ojek online. Mereka berjuang menerobos jalan dalam  hujan dan panas, dengan ongkos naik turun sesuai orderan. Ada yang mas-mas, bapak setengah baya, atau mbak-mbak. Ada yang motornya baru, ada juga yang bunyi-bunyi.  Doa tulus kami untuk para driver ojol, semoga banyak dapat order dan sehat selalu. Untuk pengiriman luar kota, kami gunakan jasa ekspedisi yang sehari sampai dan mampu handling barang. Maklum ini makanan cantik, tak bisa kena goncangan dan musti tepat waktu.

Lalu belanjanya di mana? Ketika barang tidak ditemukan di satu toko, umumnya kita pindah ke toko lain. Nah, karena zaman berubah, kami jadi sering buka marketplace. Ajaib… bahan dan alat perkuean yang susah didapat offline, ternyata tersebar online dengan kualitas yang bisa dilihat di review konsumen.

Transaksi online ini sangat sangat membantu di situasi dimana kita ingin kerja dengan efektif tanpa perlu keluar rumah yang takes time dengan segala protokolnya. Beli cetakan kue di Surabaya, kismis di Jakarta, tanpa perlu ke sana. Beli kardus dan alas kue di Bogor, dengan kualitas dan harga lebih baik daripada toko online di Jogja. Barang langsung dikirim. Bisa komunikasi dan komen pula. Efektif dan efisien.

Sungguh, corona ini di sisi ini, benar-benar menjadi awalan baru. Kebersamaan baru dalam keluarga, juga membentuk pola hidup baru yang tidak kami pikirkan dan rencanakan sebelumnya. Izinkan kami untuk berusaha, berbenah, dan berkembang di masa corona, Ya Allah..

Pengen tahu hasil karya kakak ? bisa diintip di @arundyaskitchen. Itu tanpa msg, pengawet, bahan kalengan, dan less sugar. Sausnya homemade. Terigu ? iya. Jadi belum bisa menjawab untuk yang alergi gluten. Keju ? pakai. Butter ? pasti. Tapi dont worry, bahan-bahannya lumayan premium, bukan hanya karena pengaruh di rasa, tapi juga di kesehatan.


Mari Membangun Masjid

Menelusuri jalur padat Jogja utara, tepatnya di Seturan Raya. Warung makan ? komplet, dari burjo sampai resto. Mau menu nusantara sampai ala internasional juga ada. Sekolah, kampus, hotel, butik, apotek, mini market franchise ? ada. Pendeknya, semua kebutuhan duniawi ada di tepi jalan itu. Hanya satu yang tak tampak di tepi jalan komersial ini : masjid. Sebuah oase untuk mengembalikan keseimbangan hidup dunia-akherat.

Mungkin ini alasan Bapak alm mewasiatkan  sepetak tanah di Seturan untuk dibangun masjid. Awalnya agak ragu, karena proses ini lumayan panjang, mulai dari pengurusan tanah, membuat rencana desain dan konsep masjidnya seperti apa, mencari dana, hingga manajemen masjid.

Namun niat baik insyaAllah ada jalannya. Karena sumbangsih itu wujudnya bermacam-macam, dari sumber yang tak terduga. Ada yang nyumbang ide, desain, keringat, waktu, dan uang. Mas Yazied, Mas Saptuari, Mas Ferry dan tim adalah para pejuang yang mengawal pembangunan masjid ini. Maka 1 Ramadhan 1442 H ini dilakukan peletakan batu pertama pembangunan Masjid Arrahman Seturan Yogyakarta.

Kami mengajak saudara-saudara untuk turut membangun Masjid Arrahman Seturan. Semoga kelak membawa manfaat bagi masyarakat, bagi orang yang lewat jalur padat dan cari masjid untuk sholat,  dan amal jariyah bagi semua yang berpartisipasi di dalamnya.

Transfer donasi ke:
Rek BSI (BSM kode bank 451) 7134621235 atas nama Yayasan Azizah Umar Said.
Konfirmasi via WA ke 089527111846.
Update pembangunan di IG: @arrahman.seturan

MORINGA   – Dunia Tak Selebar Daun Kelor –

Pernah dengar produk bodyshop yang judulnya Moringa ?

Sesungguhnya Moringa adalah kelor. Orang jawa jarang makan kelor karena bisa menghilangkan ajimat. Kelor katanya juga untuk memandikan mayat. Orang jawa di Sulawesi kalau makan kelor akan lupa pulang ke Jawa, katanya sih..

Namun Sulawesi lain lagi ceritanya. Sebelum para kader posyandu mengkampanyekan untuk menanam kelor di halaman rumah, kelor sudah jadi makanan sehari-hari. Setidaknya di seputar jalan trans Mamuju-Palu, pohon kelor tumbuh subur di halaman rumah.

Pohon kelor biasa ditebang batangnya dan akan muncul daun-daun baru

Kadang saya ikut panen pun di halaman sekolah dan di halaman tetangga.Teman saya orang Kaili, Mandar, Toraja, Bugis, Bali, NTT sering masak kelor, dan mereka kaget saat tahu saya mau makan kelor. #orang jawa kebanyakan mitos#.

Selain dimasak santan (uta kelor), kelor juga dimasak bening (sayur bening). Sayur santan ditambahkan pisang mentah, ada juga versi kacang hijau. Sementara sayur bening bisa ditambahkan jagung, labu kuning, wortel, atau tomat. Seperti sayur bayam, sayur kelor ini harus habis sekali masak, alias tidak bisa dipanaskan.

Uta kelor menemani ikan bakar di Donggala

Teman-teman biasa menambahkan sereh untuk mengurangi rasa langu kelor, namun ternyata antara kelor dan sereh ini punya sifat yang berlawanan. Sereh panas, sementara kelor dingin. Jika bertemu dalam belanga akan melemahkan khasiat masing-masing.

Setelah dipanen, sebaiknya kelor segera dimasak karena daunnya akan rontok dan rasanya berubah jika masuk kulkas. Daun kelor bulat lonjong kecil-kecil. Teksturnya lebih lembut dari daun katuk.

Buah kelor yang panjang-panjang dikikir kulitnya dan dimasak sayur asam. Sempat bingung, apanya yang dimakan ya? Ternyata buahnya disesep-sesep saja. Paduan kuah asam membuatnya terasa segar. Namun jangan kebanyakan makan kelor karena (kalau saya) bisa bikin sakit kepala.

Aneka rupa khasiat kelor. Semua bagian tanamannya bermanfaat ! (Sumber Majalah Trubus Agustus 2011)

Karena dunia tak selebar daun kelor. Dan Sulawesi jadi dunia kecil, Indonesia mini tempat aneka suku Indonesia hidup bersama. Bukan hanya untuk studi, namun survive, berkomunitas dan berkarya. Di sini kami hidup bersama, saling mengenal budaya yang berbeda, mencicipi makanan khas masing-masing. Menangis, tertawa, berbeda pendapat, bekerja dan berusaha bersama-sama.

Sayur kelor ini menurut saya paling pas disantap dengan ikan bakar. Ikan bakarnya versi Donggala, yang bumbunya pedas, asin, tanpa kecap. Itu surga dunia. Surga yang kini menjadi duka.

Doa kami selalu untuk teman-teman di Sulawesi Tengah. Sebuah tempat yang memberi ruang aneka etnis, agama, dan budaya, untuk merayakan keberagaman. Mari bantu saudara kita dengan kemampuan terbaik yang bisa kita berikan..

Tenun Donggala

Donggala punya kekayaan indah : tenun ! Namanya tenun sutra Donggala atau Buya Sabe. Ini adalah Buah karya ibu-ibu Donggala yang bekerja menggunakan alat tenun bukan mesin/atbm di rumah-rumah kayu mereka. Motif khasnya kembang, anda bisa lihat coraknya lebih jelas di bandara Mutiara Sis Aljufri, Palu.

Kami menjumpai rumah penenun di tepi jalan trans Sulawesi, di Donggala. Rumah penenun seperti layaknya rumah di sekitarnya, berupa rumah kayu. Alat tenun dari kayu tersusun bersama benang dan kain-kain yang masih diproses penenunan. Waktu pengerjaannya tidak tentu, karena dikerjakan ibu-ibu di sela pekerjaan rumahnya.

Peralatan menenun ATBM di Donggala

Di beberapa spot jalan, ada warung/kios penjual tenun Donggala, namun dalam jumlah terbatas. Selain di sini, anda bisa menjumpai tenun Donggala di Palu. Saya beruntung sempat memiliki sarung tenun Donggala dan batiknya. Menurut penjualnya, batik ini motif Donggala, yang berwarna biru dan bermotif ikan laut.

Melihat parahnya gempa dan lokasi para penenun di daerah Donggala, …. saya tidak bisa berkata-kata. 😓

Mari berdoa semoga para penenun Donggala dan sanak keluarganya selamat, peralatan tenunnya tidak rusak parah, dan di kemudian hari, teman-teman bisa berkarya membuat tenun Donggala yang indah-indah lagi. Amin…